Senin, 17 Maret 2014

KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)

Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak dan semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena adanya ledakan penduduk yang tidak terkendali. Banyaknya jumlah penduduk di Indonesia semakin banyak pula masalah yang timbul terutama masalah gizi kesehatan masyarakatnya. Indonesia saat ini fokus terhadap 4 masalah yang sedang dihadapi yaitu Kekurangan zat besi, Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), Kekurangan vitamin A dan Kekurangan Energi Protein (KEP). Dari 4 masalah tersebut 3 diantaranya bisa dikendalikan oleh pemerintah Indonesia namun permasalahan yang belum bisa di tangani yaitu KEP (Kekurangan Energi Protein). Hal ini dikarenakan perekonomian Indonesia masih belum stabil terutama penduduk miskin yang memiliki jumlah yang tinggi sehingga kemampuan penduduk miskin untuk konsumsi protein setiap harinya belum tercukupi. Menurut Tempo, angka pravalensi balita kekurangan energi protein paling tinggi di Jawa Timur. Angka prevalensi di Jawa Timur total sebesar 18,4 persen. Sedangkan berdasar data survey kader Posyandu diseluruh Kabupaten Jember menyebutkan pada tahun 2010 mencapai 20 persen. Tahun 2010, hingga bulan Oktober sudah tercatat 46 anak penderita gizi buruk yang dirawat di RSUD dr Soebandi Jember, belum termasuk yang dirawat di rumah sakit lainnya. Selama 10 bulan terakhir, sedikitnya 46 anak yang mengalami gizi buruk dirawat di rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Jember tersebut. Mereka berusia satu bulan hingga lima tahun. "Dari 46 orang tersebut, tiga di antaranya meninggal dunia. Adapun yang meninggal dunia mengalami gizi buruk dengan penyakit penyerta tumor ganas pada rongga perut yang telah menjalar ke liver dan paru-paru. KEP ini perlu penangan serius untuk memperbaiki status gizi penduduk Indonesia terutama penduduk dengan kemampuan ekonomi bawah.
Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan  kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Dalam arti lain Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defesiensi energi saja atau protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif yang biasanya sebagai akibat/berhubungan dengan penyakit infeksi. Pada umumnya KEP disebabkan oleh Faktor kemiskinan, Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan pemberian makanan sesudah bayi disapih, Pengetahuan mengenai pemeliharaan lingkungan yang sehat.

Klasifikasi KEP menurut % Median WHO-NCHS
  • KEP Ringan : BB/U 70 – 80 % Median WHO-NCHS 
  • KEP Sedang: BB/U 60 – 70 % Median WHO-NCHS 
  • KEP Berat : BB/U < 60 %     Median WHO-NCHS
Dampak Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak-anak umumnya dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan sedangkan pada orang dewasa menurunkan produktifitas kerja, menurunkan derajat kesehatand dan rentan terhadap serangan penyakit. Dampak Kekurangan Energi Protein (KEP) ringan bila tidak ditangani maka status gizi akan lebih buruk (marasmus, kwashiorkor, marasmic-kwashiorkor).
  • Marasmus →kekurangan energi 
  • Kwashiorkor → kekurangan protein 
  • Marasmic -kwashiorkor →Kekurangan energi dan protein

Tanda klinis marasmus
  • Anak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit 
  • Wajah seperti Orang tua 
  • Cengeng, rewel 
  • Lapisan lemak bawah kulit sangat sedikit → Kulit mudah diangkat, kulit terlihat    longgar, kulit paha berkeriput 
  • Otot menyusut (wasted), lembek 
  • Tulang rusuk tampak terlihat jelas 
  • Terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput 
  • Ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol, mata besar dan dalam 
  • Tekanan Darah, detak jantung pernafasan berkurang.
Tanda Klinis Kwashiorkor
  • Oedema (terutama kaki bagian bawah) 
  • Bentuk  muka  bulat  seperti  bulan  (moon face) 
  • Rambut  tipis,  warna  coklat  kemerahan (pirang/abu-abu  dan  mudah  lepas/mudah dicabut tanpa rasa sakit 
  • Kulit  kering, hiperpigmentasi  dan bersisik,
  • Crazy pavement  dermatosis(bercak-bercak putih/merah  muda dengan  tepi  hitam dan ditemukan pada bagian tubuh  yang  sering mendapat tekanan)
  • Hepatomegali (Pembengkakan hati) 
Tanda klinis marasmic-kwashiorkor
  • Gabungan dari tanda marasmus dan kwashiorkor 
  • Gangguan pertumbuhan 
  • Crazy pavement dermatosi 
  • Rambut tipis, pirang dan mudah dicabut 
  • Muka seperti orang tua
  • Oedema hanya pada anggota gerak bagian bawah 
  • Anak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit 
  • Wajah seperti Orang tua 
  • Cengeng, rewel 
  • Lapisan lemak bawah kulit sangat sedikit → Kulit mudah diangkat, kulit terlihat    longgar, kulit paha berkeriput 
  • Otot menyusut (wasted), lembek 
  • Tulang rusuk tampak terlihat jelas 
  • Terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput 
  • Ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol, mata besar dan dalam 
  • Tekanan Darah, detak jantung pernafasan berkurang.
MEKANISME TERJADINYA KEP
Interaksi antara faktor-faktor keberadaan zat gizi (faktor penyebab), cadangan zat gizi dalam tubuh, penyakit infeksi, infestasi cacing, aktifitas (faktor penjamu), pantangan, cara pengolahan (faktor lingkungan)  sangat penting dipertahankan dalam keadaan seimbang  dan optimal. Bila keseimbangan ini tidak terjaga  maka akan terjadi perubahan dalam tubuh, yakni terjadinya pemakaian cadangan zat gizi yang tersimpan dalam tubuh.
Bila hal ini berlangsung lama maka berangsur-angsur cadangan tubuh akan berkurang dan akhirnya akan habis. Maka untuk keperluan metabolisme dalam mempertahankan metabolisme kehidupan sehari-hari, mulailah terjadi mobilisasi zat-zat gizi yang berasal dari jaringan tubuh. Sebagai akibat hal tersebut, tubuh akan mengalami penyusutan jaringan tubuh, kelainan metabolisme oleh karena kekurangan zat-zat gizi, kelainan fungsional, dan akhirnya kerusakan organ tubuh dengan segala keluhan, gejala-gejala dan tanda-tanda yang timbul sesuai dengan jenis zat gizi yang menjadi pangkal penyebabnya, bila protein penyebabnya akan terjadi kwasiorkor, bila energi penyebanya akan terjadi marasmus atau keduanya sebagai penyebab akan terjadi marasmus kwasiorkor. Dimulai dengan perubahan yang paling ringan sampai berat, dimulai hanya dengan kekurangan cadangan zat gizi (belum ada perubahan biokemik dan fisiologi), kelainan gizi potensial (sudah ada perubahan biokemik dan fisiologi), kelainan gizi laten (gejala, dan tanda klinis masih terbatas dan belum khas) sampai terjadi kelainan gizi klinik (gejala, dan tanda klinis khas dan jelas).
 
Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP)
Pelayanan gizi (Depkes RI, 1998). Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai berikut :
1.     Balita KEP ringan
memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.
2.     Balita KEP sedang
Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya.
Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya.
3.     Balita KEP berat
Harus dirawat inap dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.



KEGIATAN PENANGGULANGAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP) BALITA.

Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi :
1.      Penjaringan balita KEP
Kegiatan penentuan ulang status gizi balita beradasarkan berat badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada saat itu. Cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat badannya dengan menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur dan hasil pengukuran BB tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar antropometri.
2.      Kegiatan penanganan

KEP balita meliputi program PMT balita adalah program intervensi bagi balita yang menderita KEP yang ditujukan untuk mencukupi kebutuhan gizi balita agar meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan an penhgobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin emmburuk kondisinya, asuhan kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keuarga agar dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/paket pertolongan gizi, hal ini diberikan untuk jangka pendek. Suplementasi gizi meliputi : pemberian sirup zat besi, vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU), kapsul minyak beryodium adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan 1x dalam setahun.
Program yang di berikan oleh pemerintah sendiri untuk mengatasi masalah Kekurangan Energi Protein
1.jangka pendek
a. Upaya pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di Posyandu
b. Rujukan kasus KEP dengan komplikasi penyakit di RSU
c. Pemberian ASI Eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan
d. Pemberian kapsul Vit A
e. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan bagi balita gizi buruk dengan lama pemberian 3 bulan
f. Memberikan makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita keluarga miskin usia 6-12 bulan
g. Promosi makanan sehat dan bergizi

2. Jangka menengah
a. Revitalisasi Posyandu
b. Revitalisasi Puskesmas
c. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

3. Jangka panjang
a. Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
b. Integrasi kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan kemiskinan dan   
                 ketahanan pangan

Pemerintah sudah membuat program untuk menanggulangi Kekurangan Energi Protein (KEP), namun  sampai  saat  ini  penanganan  yang diberikan,  hanya  mampu  mengurangi  sedikit  kasus  gizi  buruk pada  balita.  Hal  ini  membuktikan  bahwa  penanganan  dan program yang diberikan oleh pemerintah belum mampu menekan jumlah kasus gizi buruk yang ada. Ketidakberhasilan penanganan dan  program  tersebut  mungkin  dikarenakan  kurang  tepatnya perbaikan  terhadap  faktor-faktor  yang  dianggap  mempengaruhi kasus gizi  buruk  pada  balita.  Jika  faktor-faktor  yang mempengaruhi kasus gizi buruk pada balita diketahui dan diatasi dengan tepat, otomatis kasus gizi buruk akan berkurang.


Daftar Rujukan:
Barbara Lukee (1984), Principles Of  Nutrition and Diet Therapy, Little Brown and Company, Boston Toronto.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2000), Pedoman Tata Laksana Kurang Energi Protein Pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya, Depkes RI Jakarta.
Dirjen Binkesmas, Depkes (2002), Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat bagi Balita, Pedoman untuk Petugas Puskesmas, Depkes RI Jakarta.
Djunaidi, M. 2010. http://www.tempo.co/read/news/2010/10/23/180286746/Balita - Kekurangan - Energi - Protein - di – Jember – Tertinggi – di – Jawa - Timur.
Gunung MPH, I Komang. Dr (1999), Perjalanan Alamiah Penyakit Gizi Kurang, Lab. Gizi, Jurusan IKM, FK UNUD, Denpasar.
Sunita Almatsier (2005), Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar