Indonesia merupakan
negara berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak dan semakin meningkat
setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena adanya ledakan penduduk yang tidak
terkendali. Banyaknya jumlah penduduk di Indonesia semakin banyak pula masalah
yang timbul terutama masalah gizi kesehatan masyarakatnya. Indonesia saat ini
fokus terhadap 4 masalah yang sedang dihadapi yaitu Kekurangan zat besi, Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), Kekurangan vitamin A dan Kekurangan Energi
Protein (KEP). Dari 4 masalah tersebut 3 diantaranya bisa dikendalikan oleh
pemerintah Indonesia namun permasalahan yang belum bisa di tangani yaitu KEP (Kekurangan
Energi Protein). Hal ini dikarenakan perekonomian Indonesia masih belum stabil
terutama penduduk miskin yang memiliki jumlah yang tinggi sehingga kemampuan
penduduk miskin untuk konsumsi protein setiap harinya belum tercukupi. Menurut Tempo,
angka pravalensi balita kekurangan energi protein paling tinggi di Jawa Timur.
Angka prevalensi di Jawa Timur total sebesar 18,4 persen. Sedangkan berdasar
data survey kader Posyandu diseluruh Kabupaten Jember menyebutkan pada tahun
2010 mencapai 20 persen. Tahun 2010, hingga
bulan Oktober sudah tercatat 46 anak penderita gizi buruk yang dirawat di RSUD
dr Soebandi Jember, belum termasuk yang dirawat di rumah sakit lainnya. Selama 10 bulan
terakhir, sedikitnya 46 anak yang mengalami gizi buruk dirawat di rumah sakit
milik pemerintah Kabupaten Jember tersebut. Mereka berusia satu bulan hingga
lima tahun. "Dari 46 orang tersebut, tiga di antaranya meninggal dunia. Adapun yang meninggal
dunia mengalami gizi buruk dengan penyakit penyerta tumor ganas pada rongga
perut yang telah menjalar ke liver dan paru-paru. KEP ini perlu penangan serius untuk memperbaiki status
gizi penduduk Indonesia terutama penduduk dengan kemampuan ekonomi bawah.
Kekurangan Energi
Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
Angka Kecukupan Gizi (AKG). Dalam arti lain Kekurangan
Energi Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan
patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defesiensi
energi saja atau protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif
yang biasanya sebagai akibat/berhubungan dengan penyakit infeksi. Pada umumnya KEP disebabkan
oleh Faktor kemiskinan, Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan pemberian makanan sesudah bayi
disapih, Pengetahuan mengenai pemeliharaan lingkungan yang sehat.
Klasifikasi
KEP menurut % Median WHO-NCHS
- KEP Ringan : BB/U 70 – 80 % Median WHO-NCHS
- KEP Sedang: BB/U 60 – 70 % Median WHO-NCHS
- KEP Berat : BB/U < 60 % Median WHO-NCHS
Dampak Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak-anak umumnya dapat menghambat
pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat
kecerdasan sedangkan pada orang dewasa menurunkan produktifitas kerja, menurunkan
derajat kesehatand dan rentan terhadap serangan penyakit. Dampak Kekurangan Energi
Protein (KEP) ringan bila tidak ditangani maka status gizi akan lebih buruk
(marasmus, kwashiorkor, marasmic-kwashiorkor).
- Marasmus →kekurangan energi
- Kwashiorkor → kekurangan protein
- Marasmic -kwashiorkor →Kekurangan energi dan protein
Tanda klinis marasmus
- Anak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti Orang tua
- Cengeng, rewel
- Lapisan lemak bawah kulit sangat sedikit → Kulit mudah diangkat, kulit terlihat longgar, kulit paha berkeriput
- Otot menyusut (wasted), lembek
- Tulang rusuk tampak terlihat jelas
- Terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput
- Ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol, mata besar dan dalam
- Tekanan Darah, detak jantung pernafasan berkurang.
Tanda Klinis Kwashiorkor
- Oedema (terutama kaki bagian bawah)
- Bentuk muka bulat seperti bulan (moon face)
- Rambut tipis, warna coklat kemerahan (pirang/abu-abu dan mudah lepas/mudah dicabut tanpa rasa sakit
- Kulit kering, hiperpigmentasi dan bersisik,
- Crazy pavement dermatosis(bercak-bercak putih/merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan)
- Hepatomegali (Pembengkakan hati)
Tanda klinis marasmic-kwashiorkor
- Gabungan dari tanda marasmus dan kwashiorkor
- Gangguan pertumbuhan
- Crazy pavement dermatosi
- Rambut tipis, pirang dan mudah dicabut
- Muka seperti orang tua
- Oedema hanya pada anggota gerak bagian bawah
- Anak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti Orang tua
- Cengeng, rewel
- Lapisan lemak bawah kulit sangat sedikit → Kulit mudah diangkat, kulit terlihat longgar, kulit paha berkeriput
- Otot menyusut (wasted), lembek
- Tulang rusuk tampak terlihat jelas
- Terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput
- Ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol, mata besar dan dalam
- Tekanan Darah, detak jantung pernafasan berkurang.
MEKANISME
TERJADINYA KEP
Interaksi antara
faktor-faktor keberadaan zat gizi (faktor penyebab), cadangan zat gizi dalam
tubuh, penyakit infeksi, infestasi cacing, aktifitas (faktor penjamu),
pantangan, cara pengolahan (faktor lingkungan) sangat penting
dipertahankan dalam keadaan seimbang dan optimal. Bila keseimbangan ini
tidak terjaga maka akan terjadi perubahan dalam tubuh, yakni terjadinya
pemakaian cadangan zat gizi yang tersimpan dalam tubuh.
Bila hal ini
berlangsung lama maka berangsur-angsur cadangan tubuh akan berkurang dan
akhirnya akan habis. Maka untuk keperluan metabolisme dalam mempertahankan
metabolisme kehidupan sehari-hari, mulailah terjadi mobilisasi zat-zat gizi
yang berasal dari jaringan tubuh. Sebagai akibat hal tersebut, tubuh akan
mengalami penyusutan jaringan tubuh, kelainan metabolisme oleh karena
kekurangan zat-zat gizi, kelainan fungsional, dan akhirnya kerusakan organ
tubuh dengan segala keluhan, gejala-gejala dan tanda-tanda yang timbul sesuai
dengan jenis zat gizi yang menjadi pangkal penyebabnya, bila protein
penyebabnya akan terjadi kwasiorkor, bila energi penyebanya akan terjadi
marasmus atau keduanya sebagai penyebab akan terjadi marasmus kwasiorkor. Dimulai dengan
perubahan yang paling ringan sampai berat, dimulai hanya dengan kekurangan cadangan
zat gizi (belum ada perubahan biokemik dan fisiologi), kelainan gizi potensial
(sudah ada perubahan biokemik dan fisiologi), kelainan gizi laten (gejala, dan
tanda klinis masih terbatas dan belum khas) sampai terjadi kelainan gizi klinik
(gejala, dan tanda klinis khas
dan jelas).
Penanggulangan Kekurangan Energi
Protein (KEP)
Pelayanan gizi (Depkes RI, 1998). Pelayanan gizi balita KEP
pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit
dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk
menentukan status gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium.
Penentuan status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai
berikut :
1. Balita KEP ringan
memberikan penyuluhan gizi dan nasehat
pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk
memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi
ASI sampai 3 tahun.
2. Balita KEP sedang
Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta
teruskan ASI dan pantau terus berat badannya.
Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan
protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang
dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan
penyakitnya.
3. Balita KEP berat
Harus dirawat inap dan dilaksanakan sesuai pemenuhan
kebutuhan nutrisinya.
KEGIATAN PENANGGULANGAN
KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP) BALITA.
Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi
:
1. Penjaringan balita KEP
Kegiatan penentuan ulang status gizi balita beradasarkan berat
badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam hitungan
bulan pada saat itu. Cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali
umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat
badannya dengan menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur
dan hasil pengukuran BB tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau
standar antropometri.
2. Kegiatan penanganan
Program yang di berikan oleh
pemerintah sendiri untuk mengatasi masalah Kekurangan Energi Protein
KEP balita meliputi program PMT
balita adalah program intervensi bagi balita yang menderita KEP yang ditujukan
untuk mencukupi kebutuhan gizi balita agar meningkat status gizinya sampai
mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu
pemeriksaan an penhgobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit
penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin emmburuk
kondisinya, asuhan kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan
kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat
mencapai status gizi yang baik melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan
keuarga agar dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/paket pertolongan
gizi, hal ini diberikan untuk jangka pendek. Suplementasi gizi meliputi :
pemberian sirup zat besi, vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan
dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000
IU), kapsul minyak beryodium adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul
lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan 1x dalam setahun.
1.jangka pendek
a. Upaya pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di Posyandu
b. Rujukan kasus KEP dengan komplikasi penyakit di RSU
c. Pemberian ASI Eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan
d. Pemberian kapsul Vit A
e. Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) pemulihan bagi balita gizi buruk dengan lama pemberian 3 bulan
f. Memberikan makanan Pendamping
ASI (MP-ASI) bagi balita keluarga miskin usia 6-12 bulan
g. Promosi makanan sehat dan bergizi
2. Jangka menengah
a. Revitalisasi Posyandu
b. Revitalisasi Puskesmas
c. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
3. Jangka panjang
a. Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
b. Integrasi kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan
kemiskinan dan
ketahanan
pangan
Pemerintah
sudah membuat program untuk menanggulangi Kekurangan Energi Protein (KEP),
namun sampai saat
ini penanganan yang diberikan, hanya
mampu mengurangi sedikit
kasus gizi buruk pada
balita. Hal ini
membuktikan bahwa penanganan
dan program yang diberikan oleh pemerintah belum mampu menekan jumlah
kasus gizi buruk yang ada. Ketidakberhasilan penanganan dan program
tersebut mungkin dikarenakan
kurang tepatnya perbaikan terhadap
faktor-faktor yang dianggap
mempengaruhi kasus gizi
buruk pada balita.
Jika faktor-faktor yang mempengaruhi kasus gizi buruk pada
balita diketahui dan diatasi dengan tepat, otomatis kasus gizi buruk akan
berkurang.
Daftar Rujukan:
Barbara Lukee (1984), Principles Of Nutrition and Diet Therapy,
Little Brown and Company, Boston Toronto.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2000), Pedoman Tata Laksana Kurang
Energi Protein Pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya, Depkes RI Jakarta.
Dirjen Binkesmas, Depkes (2002), Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat bagi
Balita, Pedoman untuk Petugas Puskesmas, Depkes RI Jakarta.
Djunaidi, M. 2010. http://www.tempo.co/read/news/2010/10/23/180286746/Balita
- Kekurangan - Energi - Protein - di – Jember – Tertinggi – di – Jawa
- Timur.
Gunung MPH, I Komang. Dr (1999), Perjalanan Alamiah Penyakit Gizi Kurang,
Lab. Gizi, Jurusan IKM, FK UNUD, Denpasar.
Sunita Almatsier (2005), Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar